Sabtu, 20 April 2024

Bukti Buruknya Praktik Kenegaraan

Said Aqil Siradj (foto: www.nu.or.id)

JAKARTA.- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengeluarkan sikap terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, pada Jumat (9/10/2020). Terdapat sembilan poin pernyataan dalam sikap resmi  yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal Ahmad Helmy Faishal Zaini tersebut.

Seperti dikutip dari laman  www. nu.or.id, PBNU menyesalkan proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik. Menurut pandangan PBNU, untuk mengatur bidang yang sangat luas dan mencakup 76 UU, dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian, dan partisipasi luas para pemangku kebijakan.

Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktik kenegaraan yang buruk. Niat baik membuka lapangan kerja, katanya, tidak boleh dicederai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial yang terbuka bagi perizinan berusaha.

Organisasi kaum nahdliyin itu juga menyoroti sektor pendidikan yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni, karena termasuk hak dasar yang harus disediakan negara. Sebab itu PB PBNU menyesalkan munculnya Pasal 65 UU Cipta Kerja yang memasukkan pendidikan ke dalam bidang yang terbuka terhadap perizinan berusaha.

“Ini akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan. Pada gilirannya pendidikan terbaik hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berpunya,” demikian kritikan dalam pernyataan poin  ketiga itu.

Menindas rakyat

Sebelumnya, Said Aqil Siroj juga berbicara keras saat memberi sambutan pada Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, pada Rabu (7/10/2020).  Said Aqil memandang UU Cipta Kerja sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan satu kelompok.

“Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil. Warga NU harus punya sikap tegas dalam menilai UU Cipta Kerja yang kontroversi itu. Sikap itulah yang akan menemukan jalan keluar,” tegasnya.

Dia mengajak warga NU mencari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth (moderat). Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus dijamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan.

UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Hal tersebut, tegasnya, tidak bisa dibenarkan. “Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” tandasnya. (Sup) ***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: