Sabtu, 5 Oktober 2024

Harta Prabu Siliwangi di Bank Luar Negeri?

Ilustrasi: Lukisan Prabu Siliwangi.

SORE itu hujan turun di Kota Bandung. Seorang lelaki setengah baya berlari kecil di halaman redaksi Pikiran Rakyat dan segera masuk ke ruang tamu. Di tangannya tergenggam sebuah map berwarna merah yang dibungkus plastik warna bening. Saya menemuinya.

“Saya datang dari Bogor. Jauh-jauh ke sini memang sengaja. Sebab menurut petunjuk, saya harus datang ke redaksi koran ini. Ceritanya panjang, tapi bisa saya ringkaskan. Pada pokoknya ini persoalan harta karun dan kedaulatan negara. Ini masalah serius, yang harus kita pecahkan bersama-sama,” kata pria yang mengaku bernama Soleh itu.

Mulailah dia bertutur. Soleh mengaku diutus seseorang di Bogor yang merupakan keturunan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Tapi dia tidak mau menyebut nama tokoh tersebut secara terus terang. Alasannya, dia tidak diberi izin untuk menerangkan identitasnya secara jelas. Juga demi keamanan sosok pria berdarah biru Pajajaran itu.

Tokoh misterius ini, menurut Soleh, adalah pewaris dari seluruh kekayaan Prabu Siliwangi yang hingga kini masih tersimpan di berbagai bank terkenal di luar negeri. Tokoh itu pula yang sah disebut sebagai ahli waris seluruh wilayah Kerajaan Pajajaran.

Sang tokoh sudah melakukan koordinasi dengan para ahli waris berbagai kerajaan besar di Indonesia, dan menyatakan diri sebagai pihak yang paling sah sebagai pemilik negeri ini. Soleh juga menunjukkan dua lembar kertas berupa sertifikat berwana kuning emas.

Kertas itu berisi keterangan, tokoh bersangkutan ditunjuk para keturunan raja-raja di Nusantara untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah RI dalam soal harta warisan dan kedaulatan. Namun Soleh tetap menutupi nama tokoh yang tertulis di sertifikat itu dengan telapak tangannya, agar saya bisa membacanya.

Dua langkah

Ada dua langkah yang harus dilakukan. “Pertama, kita minta kepada pemerintah untuk memberi tugas pada tim yang ditunjuk keturunan Prabu Siliwangi, agar segera mengambil harta warisan kerajaan berupa emas batang di sejumlah bank di luar negeri. Kedua, membicarakan kembali soal kedaulatan RI. Karena para keturunan raja-raja adalah pemilik sah setiap wilayah di negeri ini. Harus ada kompensasi bagi para turunan bangsawan tersebut,” ujarnya bersemangat.

Belum juga saya memberi pandangan atas paparannya, Soleh melanjutkan, ”Nah tugas wartawan adalah mempublikasikan persoalan ini kepada masyarakat luas. Agar mereka tahu persoalan sebenarnya. Bahwa negara ini memiliki kekayaan begitu banyak, berupa warisan para raja di Nusantara yang kini disimpan di luar negeri. Bahwa kedaulatan negara ini harus kembali dibicarakan secara proporsional dengan melibatkan para keturunan bangsawan.”

“Apakah kami boleh meminta berkas-berkasnya. Supaya kami bisa mempelajarinya lebih jauh?” tanya saya.

“Maaf, berkas-berkas ini tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Kecuali ada izin khusus dari keturunan Prabu Siliwangi di Bogor. Tapi anda harus datang langsung ke Bogor, tanpa ditemani siapapun. Nanti saya berikan peta lokasi rumahnya,” kilahnya.

Saya memintanya untuk menggambarkan peta lokasi kediaman keturun Prabu Siliwangi itu. Esoknya dan hari-hari berikutnya, hasil perbincangan dengan Soleh tidak pernah turun di koran saya. Memang saya tidak membikinnya. Soleh pun tidak pernah datang lagi.

Hanya saja, tidak lama setelah itu, saya sempat melihat Soleh sedang duduk di sebuah sudut di Gedung Sate. Tangannya memegang map permohonan bantuan. Wajahnya dibenamkan di bawah topi  warna coklat kusam, ketika saya berlalu di depannya. (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: