Selasa, 19 Maret 2024

Umrah, Ibadah Dalam Penciptaan Nilai

Umrah Perdana diakhir tahun 2021, yang diselenggarakan oleh AMPHURI (Foto: Ricky Jaswita)

Pada tahun 2020, saya membangun usaha Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau yang biasa kita kenal Travel Umrah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Provinsi Jawa Barat. Kemudian kita dapati bahwa industri ini harus berhenti total karena pandemik di akhir Maret 2020. Lebih menyedihkan lagi, pemberhentian ini terjadi dalam durasi waktu yang cukup lama. Sudahlah Haji yang diadakan sangat terbatas, Umrah pun mati suri. Tetapi kenyatan ini apakah lantas meredupkan bisnis umrah atau membuat mereka sulit berdiri kembali? Pada tulisan kali ini saya akan mencoba berbagi pengalaman dan analisis saya tentang hal tersebut.

Umrah kerap disebut sebagai haji kecil karena syarat, tempat, dan ketentuan pelaksanaannya mirip dengan haji. Kecuali pada beberapa bagian yang berbeda seperti wuquf di Arafah, mabit di Mina, dan melempar Jumrah (Al-Albani, 1994). Disusul dengan rukunnya serta waktu pelaksanaannya yang berbeda. Bila haji hanya dilakukan pada waktu tertentu, sedangkan umrah dapat dilakukan kapan saja direntang waktu setelah dan sebelum pelaksanaan haji. Kondisi ini tentu menyebabkan umrah lebih fleksibel dan berpotensi untuk dilakukan berulang kali dalam sembilan bulan lainnya dalam satu tahun. Dari sisi bisnis kedua hal ini tentu sangat menarik. Demandnya tak pernah surut, marketnya terus berkembang, pelaksanannya sudah ada template.

Apalagi bila bicara khusus tentang umrah. Sebab umrah menjadi alternatif bagi calon jamaah haji yang tidak mungkin menunggu masa antri. Coba bayangkan, sejak tahun 2010 animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji meningkat hingga 100%. Sementara kuota pemberangkatan haji yang ditetapkan oleh kerajaan Arab Saudi tidak berbanding lurus dengan jumlah pendaftar haji. Kondisi ini tentu memunculkan kenyataan daftar tunggu haji yang semakin tahun semakin panjang.

Kondisi ini diperparah dengan pemotongan kuota jemaah haji sebesar 20% pada tahun 2013 karena proses perluasan Masjidil Haram. Diikuti dengan kondisi pandemi yang memaksa jamaah haji Indonesia untuk menunda pelaksanaannya hingga dua tahun. Dampaknya ini memperpanjang daftar tunggu pelaksanaan ibadah haji hingga puluhan tahun. Sebagai contoh saja akibat hal-hal tersebut seorang jamaah haji di Kota Bandung harus rela menunggu hingga dua puluh dua tahun untuk dapat menunaikan ibadah haji.

Bila digambarkan dalam diagram emphaty map, kondisi di atas dapat memastikan umrah menjadi solusi bagi para calon jamaah haji yang waktunya tidak mungkin digunakan untuk menunggu. Namun dengan kenyataan regulasi tatanan baru (new normal) dalam peraturan pelaksanaan ibadah umrah, akankah ini meredupkan bisnis umrah? Mari kita telaah terlebih dahulu tentang perbandingan bisnis umrah dulu, kini, dan masa depan.

Bagaimana pertumbuhan bisnis ini sebelum dan sesudah pandemi?

Kita mulai dari kondisi situasi sebelum pandemi. Pasar PPIU di Indonesia sebelum pandemik terus mencatatkan lonjakan signifikan. Berdasarkan catatan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), tercatat jumlah jemaah umrah asal Indonesia melonjak 68 persen. Atau hampir dua kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 1435 Hijriyah jumlah jemaah umrah Indonesia 598.077 jemaah, kemudian melonjak jadi 1.005.806 jemaah pada 1439 H atau 2017-2018. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia di awal tahun 2020 tercatat 1.016 Service Provider PPIU yang telah berizin. Dari data tersebut, maka dapat diasumsikan perbandingan antara jamaah dan jumlah PPIU, bisa digambarkan satu PPIU sebenarnya bisa melayani 990 jemaah per tahunnya. Angka ini menggambarkan begitu terbukanya potensi untuk kompetisi antar provider dalam menawarkan jasanya kepada para jamaah. Namun memang pandemik memaksa perubahaan regulasi yang terpaksa dilakukan. Perubahan signifikan terjadi pada jumlah jamaah dalam satu rombongan, harga dan syarat-syarat kesehatan dalam perjalanan ibadah.

Bila di tahun 2020-2021, kurang lebih 33 ribu jamaah umroh gagal berangkat. Konsekukensinya sebagian provider menunda untuk menerima pendaftaraan jamaahnya. Pemerintah Arab Saudi menutup rapat pintu masuk kenegaranya sejak 27 Februari 2020 hingga waktu yang belum ditentukan dan regulasi ini akan terus diperbaharui mengikuti perkembangan situasi. Keadaan ini seketika membuat seluruh penyelenggara umrah panik, tidak bisa dihindari dampak turun omset perusahaan sehingga menimbulkan kerugian melanda perusahaan. Demi kelangsungan hidup perusahaan beberapa penyelenggara umrah pun banyak mem-PHK karyawan mereka. Bahkan beberapa perusahaan pun lebih memilih untuk menon-aktifkan sementara kegiatan perusahaan hingga kepastian umrah dibuka kembali. Akankan ini akan memberi warna berbeda dalam bisnis umrah setelah pandemi?

Tentu tidak, karena meski ada kebijakan tersebut tidak akan mengurangi minat orang Indonesia untuk berangkat melaksanakan ibadah. Umrah tetap mereka inginkan. Akan tetapi itinerary lah yang akan terpengaruh. Dampaknya akan merubah biaya perjalanan yang meliputi transportasi, akomodasi dan konsumsi mengalami lonjakan hingga tiga puluh hingga tiga puluh lima persen dari biaya normal sebelum pandemik. Belum lagi berbagai syarat terkait kesehatan dan juga karantina. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara umrah untuk melakukan inovasi produk atau penciptaan nilai yang sesuai dengan kebijakan yang ada.

New normal dalam pelaksanaan ibadah umrah akan merubah strategi pemasaran penyelenggaraan perjalanan ibadah. Sehingga para pelaku service provider PPIU wajib memahami konsep dan strategi manajemen pemasaran untuk memberikan inovasi. Pemanfaatan teknologi secara maksimal dan pendekatan layanan perjalanan ibadah dalam beradaptasi pada tatanan baru.

Strategi pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham). Sebagai ilmu, marketing merupakan ilmu pengetahuan objektif yang diperoleh dengan menggunakan instrument-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja dari aktivitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen atau pemakai. Sebagai strategi bisnis, marketing merupakan tindakan penyesuaian suatu organisasi yang berorientasi pada momentum perubahan pasar baik karena kondisi post-pandemik maupun karena perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungkan mikro maupun lingkungan makro yang akan terus berubah.

Lantas konsep dan strategi apa yang harus dipahami?

Tulisan ini akan bersambung dalam beberapa artikel untuk dapat memberikan gambaran yang utuh. Saya mencoba menggunakan pendekatan sistematis untuk perusahaan multi-bisnis dalam investasi Bisnis Unit Umrah diantara unit-unit bisnis lainnya. Walaupun banyak tools dalam menguji investasi, Saya akan menggunakan alat strategi GE-McKinsey yang lebih mudah dijelaskan. Dengan tools ini setidaknya rencana bisnis jadi mampu menunjukan sulit atau mudahnya usaha bersaing di pasar dalam memperoleh laba untuk waktu jangka panjang.

Hasil yang didapat dalam menggunakan tools adalah:

Dari hasil tersebut dapat terbaca bahwa bisnis Unit Umrah berada pada kotak investasi/kembangkan. Pada kotak ini perusahaan sudah tepat berinvestasi dalam unit bisnis yang masuk ke dalam kotak-kotak ini. Karena mereka yang masuk dalam kotak ini menjanjikan hasil tertinggi di masa depan. Unit-unit bisnis ini akan membutuhkan banyak uang untuk modal kerja sebab mereka akan beroperasi di industri yang terus tumbuh dan harus mempertahankan atau menumbuhkan pangsa pasar. Sangat penting untuk menyediakan sumber daya untuk research & development, ditunjang dengan periklanan yang tepat sasaran, dan meningkatkan kapasitas layanan untuk memenuhi permintaan di masa depan. Ini akan menjadi dasar dari pemahaman sebelum kita membangun strateginya.

Bagaimana membangun strategi Bisnis Umrah ke depannya?

Agar dapat menjabarkan strategi pemasaran untuk menghadapi persaingan. Serta membantu mewujudkan tujuan perusahaan dan dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan secara berkelanjutan, pendekatan strategi segmentasi, penetapan pasar sasaran, penetapan posisi Segmentation, Targeting dan Positioning (STP) harus dijadikan rujukan awal dalam dalam pembuatan penawaran produk jasanya. Secara lebih detail saya akan menjabarkan strategi STP sebagai bagian dari strategi bisnis umrah masa depan untuk para pelaku bisnis ini pada artikel berikutnya. (Bonni Irawan)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: