Sabtu, 5 Oktober 2024

Bari Lukman Si Pengibar Merah Putih

Koran Tjahaja

BERITA Proklamasi Kemerdekaan diterima redaktur koran Tjahaja di Bandung pada tengah hari tanggal 17 Agustus 1945, melalui telegram dari kantor berita Domei di Jakarta. Wartawan muda Bari Lukman, menuliskan teks proklamasi pada papan tulis di depan kantor koran tersebut. Warga pun berkerumun di depan papan tulis itu untuk mengetahui isi beritanya.

Bari Lukman juga menemui KH. Isa Anshari –seorang ulama terkemuka di Jawa Barat- dan meminta bendera merah putih milik Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) untuk dikibarkan di atas Gedung DENIS (kini kantor Bank BJB di Jln. Braga). Pada sekitar pukul 13.00,  bendera merah putih berkibar di puncak gedung tersebut. Itulah pengibaran merah putih untuk pertama kalinya setelah proklamasi dibacakan.

Usai pengibaran merah putih itu, Bari Lukman mendapati tulisan teks proklamasi di depan kantor Tjahaja Jln. Kaca-kaca Wetan, telah dihapus atas perintah orang Jepang. Bari pun menuliskannya kembali. Petang harinya, petugas dari Kempetai (polisi rahasia Jepang) mengepung kantor Tjahaja, tetapi tempat tersebut sudah kosong.

Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, KH. Isa Anshari adalah seorang tokoh Masyumi yang berkantor di dekat sebuah bank sebelah utara alun-alun. Memang pada masa pendudukan Jepang, kalangan ulama diperbolehkan menyimpan bahkan mengibarkan bendera merah putih. Para ulama sengaja didekati Jepang untuk bersekutu melawan Belanda.

Bagikan bendera

Menjelang kekalahan dalam peperangan, Jepang sengaja membagikan bendera merah putih. Menurut koran Soeara Asia tanggal 23 Juni 1945, Perserikatan Penduduk Bangsa Nippon Preman di Bandung pada  26 Juni 1945 telah menghadiahkan 1.112 helai bendera merah putih untuk dipasang di gedung-gedung hokokai, sekolah, dan kantor-kantor pemerintah.

Keizabutyo yang berbicara atas nama penduduk sipil  Jepang menyatakan, hadiah bendera itu sebagai bentuk kesucian hati bangsa Jepang kepada bangsa Indonesia. Agar kemerdekaan Indonesia bisa terwujud dalam waktu secepatnya. Maka dipasanglah bendera merah putih itu di banyak tempat. Walaupun belum sepenuhnya leluasa untuk dipasang di rumah-rumah warga.

Namun pada kenyataannya, lain di mulut lain pula di hati. Walaupun orang Jepang menyatakan mendukung penuh agar kemerdekaan Indonesia terwujud secepatnya, tetapi pada praktiknya bertolak belakang. Paling banter, itu hanya dukungan setengah hati atau berpura-pura.

Ketika Indonesia merdeka dan rakyat menyambutnya dengan gegap gempita, pihak Jepang tidak bisa menerimanya. Salah satu contohnya, penghapusan tulisan teks proklamasi di papan tulis di depan kantor Tjahaja dan pengepungan kantor surat kabar tersebut oleh pihak keamanan Jepang.

Pada Hari Pahlawan 10 November, kenang-kenanglah para pahlawan kita. Mungkin mereka tidak dikenal dalam buku besar sejarah negeri ini, namun berjasa bagi kemerdekaan, bagi masyarakat, bagi lingkungannya. (Sup/disarikan dari buku Merah Putih di Gedung DENIS)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: