Selasa, 19 Maret 2024

Batujaya, Kota Seribu Candi

Candi Jiwa. Foto: ESS

KETIKA arkeolog Ayat Rohaedi  memimpim kuliah kerja lapangan (KKL) mahasiswa UI di Cibuaya Kab. Karawang tahun 1984, dia nyelonong ke Batujaya sekitar 20 km sebelah barat daya lokasi KKL. Ayat tertarik dengan informasi warga tentang banyaknya onggokan tanah yang membusut di Batujaya. Masyarakat setempat menyebutnya unur. Kata itu merupakan penjawaan dari kata Sunda ‘hunyur’ yang berarti ‘busut’. Dapat diartikan pula bukit kecil.

Bersama dua mahasiswa, adik kandung sastrawa Ajip Rosidi ini menjelajahi lokasi yang ditunjukkan warga. “Berdasarkan pencatatan sementara, di daerah seluas sekitar 5 kilometer persegi itu terdapat tidak kurang dari 25 unur. Ada yang besar, ada juga yang kecil,” ujar Mang Ayat -sapaan akrabnya- dalam memoarnya “65=67 Catatan Acak-acakan dan Catatan Apa Adanya” yang terbit 2011.

Pada KKL 1985 dan 1986 Mang Ayat memimpim penggalian Unur Jiwa. Sepuluh tahun kemudian pemugaran terhadap Unur Jiwa dilakukan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Serang. Dilanjutkan dengan penggalian dan pemugaran Unur Blandongan serta sejumlah unur lainnya.

Ayat mengaku kagum dengan perhatian masyarakat yang datang berbondong-bondong. Pemberitaan di media massa pun ramai. “Padahal ketika kami mulai menggali tahun 1985, tak ada masyarakat yang menonton. Mereka malah banyak yang menganggap penggalian yang kami lakukan adalah pekerjaan sia-sia. Kurang kerjaan,” tuturnya.

Candi Blandongan. Foto: ESS

Dua desa

Hasan Djafar yang meneruskan pekerjaan Mang Ayat, kemudian menulis disertasi pada 2007 yang diterbitkan menjadi buku “Kompleks Percandian Batujaya” pada 2010. Setahun sebelum Hasan meraih doktor, Mang Ayat wafat.

Menurut Hasan Djafar, diduga bangunan percandian di daerah pantai utara Karawang itu berkaitan dengan Kerajaan Tarumanagara abad ke-5 hingga abad ke-7. Lokasinya di hilir Sungai Citarum. Dari reruntuhan itu banyak ditemukan peninggalan penting. Antara lain inskripsi-inskripsi pendek ayat-ayat suci agama Budha. Juga tembikar, arca, kalung, dan sebagainya.

Unur-unur yang kemudian disebut candi itu berada di dua desa, yakni Tegaljaya dan Segaran, Kec. Batujaya. Menurut informasi terbaru, kini terdapat 62 cagar budaya di kawasan tersebut. Memang tidak semuanya berwujud unur, tapi juga berupa menhir dan sumur tua. Hingga sekarang baru tiga situs yang dipugar yaitu Candi Jiwa, Candi Blandongan, dan Candi Serut

Biaya ekskavasi, pemugaran, tidaklah murah. Demikian juga butuh waktu lama untuk menuntaskannya. Andai saja semuanya dipugar, Batujaya akan menjadi “Kota Seribu Candi”. Kawasan yang menuntun orang menjelajahi jejak masa lalu leluhurnya. Boleh jadi kawasan ini dulunya adalah kawasan utama atau pusat kota di masa Tarumanagara.

“Usia candi-candi berbahan batu bata merah ini, diperkirakan lebih tua dari candi-candi di Jateng dan Jatim yang materialnya batu andesit,”  kata Karim, salah seorang juru pelihara dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karawang, saat ditemui di kompleks percandian beberapa waktu lalu. (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: