Selasa, 3 Desember 2024

Meski dalam Kemelut, Pendidikan Harus Berlanjut

Anak-nak Cimenyan bersiap menuju Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka

 

Dede Heriawan (11) masih saja terjaga pada Sabtu (24/7/2021) malam itu. Kedua orangtua dan adik-adiknya sudah terlelap ketika jarum jam menunjukkan angka 21.00. Beberapa kali dia mengubah posisi tubuhnya, tapi kantuk tidak juga datang. Padahal dia sangat ingin segera tidur nyenyak. Dede tidak ingin menunggu lama datangnya matahari esok pagi.

Dia gelisah membayangkan perjalanan jauh yang akan ditempuhnya pada hari Minggu (25/7/2021). Sebab kali ini bukan perjalanan biasa. Dede tidak akan segera pulang lagi dalam waktu cukup lama. Akan meninggalkan keluarganya, yang mendiami rumah -lebih tepatnya menyerupai gubuk- di pinggir kebun milik orang lain di Kampung Cikawari Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

“Ya tidak bisa tidur. Baru tidur sesudah larut malam,” katanya, di sekretariat Yayasan Odesa Indonesia, Kampung Sekebalingbing, Desa Cikadut, Kec. Cimenyan. Sejak pagi anak lelaki itu sudah berada di tempat tersebut diantar ibunya, Nani Rahmawati (32). Dia mengenakan sweater hitam, tas ransel menggantung di punggungnya.

Bukan hanya Dede yang hadir di sekretariat yayasan itu. Lima anak lainnya yang juga didamping orangtua masing-masing, sudah berkumpul. Mereka adalah Dea Kalpia dari Kampung Sentakdulang, Desa Mekarmanik; Denis Pratama, Kampung Cibanteng, Desa Mandala Mekar; Keisya Mutia, Kampung Cilaja Hilir, Desa Sindanglaya; Fajar bin Ili, Kampung Cikawari Desa Mekarmanik; dan Desi binti Wandi, Kampung Cikored, Desa Mekarmanik.

Ana-anak itu akan berangkat menuju Pesantren Al-Mizan Jatiwangi, Majalengka, untuk meneruskan pendidikan ke jenjang tsanawiyah (sekolah menengah pertama). Kecuali Desi yang berstatus pindah sekolah dari SD di dekat kampungnya.  “Saya pindahkan saja ke pesantren, mudah-mudahan saja dia bisa lebih baik pendidikannya,” kata Wandi, ayah Desi, seorang pekerja serabutan.

Ini bukan kali pertama, Odesa memberangkatkan anak-anak Cimenyan untuk bersekolah ke luar daerahnya. Sejak empat tahun terakhir sudah ada 19 orang yang disekolahkan dengan beasiswa penuh dari Odesa. Mereka terdiri dari 2 orang mahasiswa (STAI Al Anwar Rembang Jateng dan ISIF Cirebon), 4 siswa SMA (Ponpes Al Anwar Rembang), 12 siswa SMP (Ponpes Al Mizan Jatiwangi) dan seorang siswa SD (Al Mizan).

Setidaknya ada dua alasan yang mendasari pengiriman para pelajar itu ke lembaga-lembaga pendidikan tersebut. Menurut Ketua Yayasan Odesa, Faiz Manshur, alasan pertama, ada jalinan kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan tersebut untuk menerima anak-anak Cimenyan. Kedua, mendidik mereka untuk belajar mandiri dan membuka wawasan supaya tidak terus bergantung pada lingkungannya saat ini.

“Ada kultur di sini, tidak berani melepas anaknya pergi jauh untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Meskipun tidak menjadi apa-apa, yang penting tidak jauh-jauh dari keluarga. Nah kita mencoba membantu untuk memperbaiki masalah ini. Kita bawa mereka jauh, dan nanti pulang untuk berbakti bagi masyarakatnya,” ujar Faiz.

Putus sekolah

Program beasiswa ini diadakan, berangkat dari keprihatinan melihat angka putus sekolah yang cukup tinggi di Cimenyan. Fakta itu terungkap melalui  buku Kecamatan Cimenyan dalam Angka Tahun 2016, yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kab. Bandung. Buku itu menyebut jumlah penduduk Kec. Cimenyan mencapai 115.476 jiwa. Ambil contoh Desa Mekarmanik dan Cikadut, untuk melihat angka putus sekolah warganya.

Desa Mekarmanik berjumlah 8.211 jiwa. Dari angka tersebut terdapat 1.944 orang berusia 0-14 tahun. Terdapat 299 anak yang belum/tidak pernah sekolah, 863 anak tidak tamat SD/ sederajat, dan 4.481 tamatan SD. Warga Mekarmanik yang mampu menamatkan studi di tingkat SMP berjumlah 595 orang dan lulusan SLTA sebanyak 204 orang.

Desa Cikadut yang jaraknya hanya 3-6 kilometer dari kawasan perkotaan Bandung, memperlihatkan angka-angka memprihatinkan. Di desa itu terdapat 2.710 anak berusia 0-14 tahun. Terdapat 372 anak yang belum/tidak sekolah SD. Ada 1.158 anak yang tidak tamat SD, dan 3.587 anak menamatkan pendidikan SD. Sedangkan yang mampu menamatkan jenjang SLTP/sederajat berjumlah 1.393 orang dan tamatan SLTA 1.395 orang.

Faktor ketiadaan biaya dan lokasi sekolah yang jauh, seringkali menjadi alasan yang dikemukakan orangtua. Namun sebenarnya ada satu faktor lagi yang terlihat jelas di lapangan, yakni masih banyak orangtua yang menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Padahal dari aspek ekonomi mampu untuk menyekolahkan anaknya. Sementara itu, anak-anak yang tidak bersekolah, tidak memiliki kemampuan memadai untuk menunjang kehidupannya.

Keinginan membantu keluarga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya melalui fasilitas  beasiswa, bukanlah perkara mudah. Pada awalnya, relawan Odesa dari pintu ke pintu menawarkan program tersebut, yang tidak langsung direspon dengan baik. Pendekatan juga dilakukan pada saat mengundang sejumlah orangtua untuk buka bersama saat bulan Ramadan. Pelan tapi pasti, akhirnya mereka bisa memahami niat baik itu dan manfaat yang didapatkannya.

Sebetulnya Odesa tidak berlimpah uang. Tidak memiliki kekayaan materi. Ketika yayasan ini meluncurkan program beasiswa, semata-mata berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu memberi jalan keluar untuk setiap kebaikan. Dan terbukti, Yang Mahakaya menitipkan pemberianNya melalui tangan-tangan para dermawan dengan berbagai cara. Dengan demikian, setiap tahun selalu ada yang disekolahkan.

Dukungan orangtua

Dukungan orangtua adalah faktor penting dalam program ini. Mengizinkan dengan ikhlas dan berdoa untuk anaknya, merupakan  dukungan terbaik. Seperti yang dikemukakan Fuad Samsul Munir, pengemudi ojek, “Saya ingin menyekolahkan anak ke mana saja. Tapi ekomomi saya sangat sulit. Sementara anak saya begitu semangat bersekolah. Alhamdulillah ada program beasiswa ini,” kata ayah Keisya Mutia ini.

Hal yang sama juga dikemukakan Dedi Kurniawan, ayah dari Denis Pratama. Dia mengaku bingung ketika ingin melanjutkan sekolah anaknya, tapi biaya tidak punya. Beruntung Dedi mendapatkan informasi tentang besiswa pendidikan tersebut. Buruh tani ini berharap, kehidupan anaknya akan jauh lebih baik dari orangtuanya.

Tapi dukungan kepada anak untuk menuntut ilmu di perantauan, harus dilakukan dengan kesungguhan dan sepenuh hati. Percayakan semuanya pada pengelola lembaga pendidikan terkait dan pihak Odesa. Tidak perlu merecoki sehingga mengganggu sistem yang sudah berjalan. Karena kalau dukungan hanya setengah hati, tidak akan membuahkan hasil seperti diharapkan.

Ada contoh aktual tentang ini. Jumlah anak yang dikirim Odesa untuk sekolah ke luar Cimenyan, sebenarnya total berjumlah 22 orang. Hanya saja 3 orang kabur, pulang kampung, tanpa memberi kabar kepada pihak sekolah dan Odesa. Orangtuanya juga tidak punya inisiatif untuk membertahukannya. Malah terkesan senang anaknya bisa pulang kembali ke rumah. Mungkin kepergian anaknya dianggap sebagai sebuah penderitaan.

Di masa serangan wabah yang mengerikan ini, semua orang dihadapkan pada persoalan pelik. Perkekomian keluarga yang terpuruk adalah salah satu dampaknya. Namun demikian, kehidupan harus terur berlanjut. Pendidikan tidak boleh berhenti, bagaimana pun caranya. Demikian juga dengan pendidikan yang dikelola lembaga pesantren. Dengan protokol kesehatan yang ketat mereka menjalankan kegiatannya. (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: