KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Jumat (23/10/2020). Pemanggilan kali ini dalam status yang bersangkutan sebagai tersangka, yang sudah ditetapkan pada April 2019 yang lalu. Kasus yang membelit Budi adalah dugaan suap agar Dana Alokasi Khusus (DA) dari APBN menggelontor ke kota tersebut.
Budi bukanlah satu-satunya kepala daerah di Jabar yang berurusan dengan hukum dalam kasus rasuah. Dalam dua tahun terakhir (2018-2019) tercatat delapan kepala daerah di Jabar yang terlibat. Sebagian besar dari mereka sudah dijatuhi hukuman. Di luar mereka lebih banyak lagi yang tersangkut, yaitu pejabat penting setingkat kepala dinas dan sekretaris daerah.
Berdasarkan catatan, pada bulan Februari 2018 KPK menetapkan Bupati Subang Imas Aryuningsih sebagai tersangka kasus tindakan korupsi pada izin prinsip dan izin lokasi. Kerugian negara sebesar Rp 410 juta. Kemudian pada April 2018 KPK menetapkan status tersangka kepada Bupati Bandung Barat Abubakar, dalam kasus gratifikasi untuk memenangkan pencalonan istrinya dalam pemilihan bupati. Kerugiann negara sebesar Rp 860 juta.
Giliran mantan Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail, yang ditetapkan kepolisian sebagai tersangka pada Agustus 2018. Dia diduga melakukan korupsi pada proyek pelebaran jalan pada saat menjabat wali kota tahun 2015. Kerugian negara sebesar Rp 10 miliar. Selain Nurmahmudi, tersangkut pula mantan Sekda Kota Depok Harry Prihanto.
Megaproyek Meikarta di Kabupaten Bekasi juga banyak memakan korban. Bupati Neneng Hasanah Yasin menjadi tersangka Oktober 2018 dalam suap terkait proyek raksasa itu. Kerugian negara ditaksir sebesar Rp 7 miliar. Selain itu KPK juga menangkap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Hal sama dilakukan terhadap sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi. .
Pada bulan yang sama, KPK pun mencokok Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisatra dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon, dengan kerugian negara sekitar Rp 6,4 miliar. Sebulan kemudian, Polda Jabar menetapkan Sekda Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana bantuan sosial dan hibah tahun 2017. Kerugian negara sebesar Rp 3,9 miliar.
Lebih banyak
Di penghujung tahun 2018, KPK menangkap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar. Dia terjerat kasus pemotongan DAK fisik untuk SMP se-Kabupaten Cianjur, sehingga negara dirugikan sebesar Rp 6,9 miliar. Selanjutnya Sekda Jabar Iwa Karniwa menjadi tersangka dalam kasus suap megaproyek Meikarta dengan kerugian negara Rp 900 juta. Pada Oktober 2019, KPK menciduk Bupati Indramayu Supendi dalam kasus gratifikasi proyek PUPR. Kerugian negara lebih dari Rp 1 miliar.
Menanggapi kenyataan seperti itu, Ketua Beyond Anti Corruption (BAC) Dedi Haryadi mengaku prihatin. Namun demikian, semestinya jumlah kepala daerah di Jabar yang diamankan karena dugaan korusi lebih dari itu. “Mereka yang belum tertangkap, ya kareana belum apes saja. Jadi, belum katewak,” ujarnya.
Menurutnya, biaya kontestasi politik untuk menjadi kepala daerah itu sangat tinggi, bisa mencapai puluhan milyar rupiah. Tidak mungkin investasi itu bisa kembali, kalau hanya mengandalkan pendapatan resmi sebagai kepala daerah. Dengan demikian, mau tidak mau harus nelakukan korupsi.
“Kondisi tersebut juga diperparah dengan melempemnya penindakan KPK. Selain itu, pemerintahan sendiri lebih cenderung pada aspek pencegahan korupsi. Maka, para kepala daerah itu merasa diuntungkan,” katanya. (Enton Supriyatna Sind)***