Selasa, 3 Desember 2024

Jalan Dakwah Penjual Es Tong Tong

Oded Muhammad Danial

Walikota Bandung Oded M. Danial

“Kalau sudah tidak jadi walikota lagi, saya ingin pulang  kampung. Fokus pada pendidikan pesantren. Alhamdulillah saya sudah punya lahannya di Tasikmalaya. Sekarang sedang ditata. Mudah-mudahan saja keinginan ini terwujud,” ujar Oded Muhammad Danial, pada sebuah kesempatan berbincang di rumah pribadinya yang sederhana, di kawasan Gunungbatu, Cimahi.

Dunia Oded memang tidak jauh-jauh dari kegiatan dakwah. Sejak kanak-kanak dia sudah menempa dirinya dengan keagamaan. Ketika duduk di sekolah teknik pertama (STP), setiap  pukul 17.00  dia mengayuh sepeda dari rumahnya, Jln. Lengkong  Kecamatan  Tawang Kota Tasikmalaya menuju   Pesantren Persatuan Islam  (Persis) di Benda, Nagarasari, Kecamatan, Cipedes  untuk mengaji. Berjarak sekitar 3 km ke sebelah utara dari Lengkong.

Ketertarikan pria kelahiran Tasikmalaya 15 Oktober 1962 itu untuk menggeluti dunia dakwah, membawanya  bersentuhan dengan orang-orang yang punya pengaruh kuat di tengah masyarakat. Di Tasikmalaya ketika itu terdapat dua tokoh agama, yaitu K.H. Khoer Affandi, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU);  dan K.H. Aminullah, Pengasuh Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) Benda.

“Saya kagum pada mereka. Keduanya pribadi istiqomah yang telah memilih dakwah sebagai jalah hidupnya,” katanya. Oded rajin mengunjungi keduanya. Meski tidak menjadi santri permanen di kedua pesantren tersebut, namun dia memiliki ikatan emodisonal dengan kedunya.

Setelah lulus sekolah teknik menengah (STM), Oded berangkat ke Jakarta.   Tempat yang dituju adalah  rumah saudara sepupupunya, seorang karyawan PT. Mitsubishi Tiga Berlian, di Perumahan Kramayudha, Cimanggis, Depok. Di tempat itu, hari-hari Oded diisi dengan mengajar mengaji anak-anak dan kaum ibu. Jumlah muridnya mencapai sekitar 70 orang.

Hanya sekitar setahun, bermukim di Jakarta.  Pada tahun 1983 dia mengikuti tes penerimaan pegawai Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung dan lulus.  Dia ditempatkan di bagian fabrikasi. Di balik rutinitas kerja, ada hal yang lebih menantang baginya yaitu bagaimana bisa berdakwah di tengah ribuan pegawai itu.

Maka bersama sejumlah karyawan lain yang satu pemikiran, Oded membuat aktivitas pengajian dengan menggunakan waktu seefisien mungkin. Ketika itu belum ada bangunan masjid yang representatif untuk kegiatan keagamaan. Pengajiannya hanya 30 menit, memanfaatkann waktu istirahat setelah makan siang. Pengajian berkelompok itu berlangsung di sudut-sudut tempat kerja.

Di lingkungan IPTN, namanya pun dikenal sebagai ustad.  Ketika belum ada mesjid memadai dan salat Jumat  digelar di lima lokasi terpisah di lingkungan IPTN, Oded selalu kebagian menjadi imam dan khatib. Ketika Masjid Habiburrahman di IPTN berdiri tahun 1993, dipercaya sebagai Ketua Bidang Dakwah di jajaran DKM tersebut.

Dakwah dan dagang

Selain giat berdakwah, anak ketiga dari sembilan bersaudara ini sebenarnya punya bakat berdagang. “Kumpulan orang banyak itu, selain ladang dakwah juga bisa jadi ladang usaha. Asal kita punya kemauan.  Pokoknya jangan gengsi-gengsian, yang penting usaha kita halal,” tuturnya.

Sebab itulah, bersama sang istri, Lala Nurlaeni, yang dinikahinya tahun 1987, Oded mengolah penganan “sejuta umat” seperti gehu, goreng pisang, bala-bala, lontong, dan comro. Setiap pagi,  makanan ringan itu disimpannya di kantin dan selalu habis dalam waktu singkat. Karena permintaan meningkat, tetangganya pun dilibatkan.

Barang yang dijual tidak hanya terbatas pada penganan. Oded pun membawa sejumlah barang kebutuhan sehari-hari dari Tasikmalaya, kemudian dijual kepada rekan kerja yang membayarnya dengan cara  “dikiriditkeun”.  Oded juga menjual kaset murotal 30 juz dan buku-buku Islam. Punya kios sembako di Pasar Caringin dan Pasar Andir.

Berjualan memang bukan barang baru baginya. Ketika masih duduk di bangku ST, setiap pulang sekolah dia sudah punya kegiatan mencari ember bekas. Plastik bekas itu dijadikan bahan korset. Semacam pakaian dalam baik untuk pria  maupun wanita yang berbentuk seperti pembalut. Dililitkan pada bagian dada, perut dan pinggul. Digunakan  agar tubuh ramping, khususnya pada bagian perut.

Bahan-bahan itu dijual ke konveksi. Permintaan terus meningkat. Selain dengan saudara-saudaranya,  Oded juga mengajak tetangganya bekerja sama. Hasil usahanya mampu menutupi kebutuhan sekolah dan keluarga, bahkan masih ada sisanya. Ekonomi keluarganya yang sedang tidak bagus, sangat tertolong.  Usahanya terus berlanjut dengan usaha konveksi, membuat seragam sekolah.

Ketika kesehatan IPTN  mulai menurun, pada 1999 Oded ikut  program pensiun “atas permintaan sendiri” (APS). Dia ingin menekuni dunia wirausaha. Dengan pesangon Rp 28 juta, hampir 50 kali lipat dari gajinya. Sebagian uangnya dipakai untuk bisnis pembuatan “es tong tong”. Disebut demikian karena es yang dijual dengan roda dorong itu, menggunakan penanda gong kecil berbunyi, “ tong tong”.

Ditinggal istri

Meskipun sejak lama menjadi kader Partai Keadilan -kemudian berubah jadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)-, tapi baru tahun 2004 Oded bersedia dicalonkan untuk DPRD Kota Bandung.  Pada Pemilu tahun itu, PKS mendapatkan 11 kursi di DPRD Kota Bandunng dan Oded salah seorangnya. Oded punya kesibukan baru sebagai wakil rakyat.

Meski begitu, gerak dakwahnya tidak kendor.  Bersama sang istri, yang kerap dipanggil Umi Lala, mereka sibuk berdakwah.  Pada tahun 2001 Umi Lala terdeteksi kanker payudara. Namun, dia  tak menunjukkan kerisauan. Pergaulan di PK mempertemukan Umi Lala dengan sejumlah aktivis wanita yang lain, di antaranya Siti Muntamah, wanita kelahiran Banyuwangi yang pernah bekerja di PT IPTN. Keduanya pun menjadi akrab.

Ternyata kanker itu semakin ganas. Sudah sampai stadium empat. Pada 4 Juni 2006 dalam usia 38 tahun, setelah dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Beberapa hari sebelum kepergianya, perempuan tersebut telah mengamanahkan kepada sang suami, jika dia meninggal agar menjadikan Siti Muntamah sebagai istrinya.

“Beberapa waktu kemudian, saya berembuk dengan anak-anak. Alhamdulillah, mereka  setuju. Anak-anak saya sudah kenal akrab,” ujar Oded. Dari pernikahannya dengan Umil Lala, Oded mempunyai lima orang putri. Sedangkan dari Muntamah dikaruniai dua orang putri.

Bandung 1

Karir politik lelaki yang akrab disapa Mang Oded itu terus melaju. Pada Pemilihan Walikota Bandung periode 2013 -2018, Oded berpasangan dengan Ridwan Kamil. Ada 8 pasang calon yang menjadi peserta, empat pasang diusung partai politik dan empat pasang lagi lolos melalui jalur  perseorangan. Pasangan Ridwan Kamil – Oded Mohammad Danial (Rido) yang  diusung  PKS dan Gerindra itu unggul.

Setelah lima tahun menjadi orang nomor dua di Kota Bandung, Oded pun mencalonkan diri untuk menjadi orang nomor satu, berpasangan dengan Yana Mulyana. Perolehan suara pasangan ini mengungguli dua pasangan lainnya. Oded pun menduduki kursi walikota, untuk memimpin Kota Bandung hingga tahun 2023.

Akan tetapi, manusia punya rencana, tapi Tuhan berkehendak lain. Jumat kemarin, Yang Maha Berkehendak telah memanggil Oded. Pria ramah dan bersahaja ini, meninggal dunia sesaat setelah berdiri untuk salat sunat di Masjid Mujahidin Jln. Sancang Bandung. Hari itu dia dijadwalkan menjadi imam dan khatib Jumat.

Seperti yang diinginkannya, Mang Oded memang pulang kampung. “Seperti yang diwasiatkan kepada istrinya, Mang Oded ingin dimakamkann di Tasik, berdekatan dengan ayah dan ibunya,” kata salah seorang adiknya, Sohibul Iman. Selamat Jalang, Mang. (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: