Jumat, 29 Maret 2024

Melindungi Kawasan Jawa Barat Selatan

Salah satu pantai di Kabupaten Pangandaran. Foto: apakabar.news

PADA awal tahun 1980-an ketika berbicara tentang Jawa Barat bagian selatan seperti ada stigma negatif yang berkaitan dengan ketertinggalan dalam banyak hal. Akses ke dunia luar tidak memadai karena sarana transportasi terbatas. Sebagian besar fisik jalan utama pun belum tersentuh aspal.

Sungai-sungai besar yang bermuara di Samudera Indonesia seolah menjadi kendala untuk menghubungan daerah-daerah yang berada di pesisir selatan. Belum ada jembatan permanen yang membuat sejumlah kabupaten terkoneksi di kawasan tersebut. Hanya perahu kecil yang tersedia untuk mengangkut warga yang akan melakukan perjalan di jalur itu.

Kini kondisinya sudah jauh berbeda. Jalur-jalur yang berada di garis pantai selatan sepanjang 398 km itu sudah terhubung dengan baik. Jembatan-jembatan kokoh berdiri. Mulai dari wilayah Sukabumi hingga Pangandaran kendaraan bisa tancap gas di atas jalanan yang mulus. Di kanan-kiri jalan tumbuh aktivitas perekonomian warga yang membuat jalur tersebut “haneuteun”.

Dalam tiga dekade terakhir kondisi Jabar selatan telah jauh berubah. Tidak hanya dalam hal infrastruktur transportasi darat, tetapi pada terpaan teknologi informasi. Kemajuan inilah yang berdampak pada semakin terbukanya berbagai akses untuk dimasuki. Keadaan geografis yang kaya dengan hutan rimbun, perbukitan dan jalan berkelok-kelok tidak lagi menjadi penghalang orang untuk mendatanginya dan berinteraksi.

Namun demikian, terbukanya sejumlah akses tersebut diharapkan mampu pemicu bagi masyarakat pertanian memperoleh banyak manfaat untuk kemajuan usahanya. Jangan sampai melahirkan situasi kontraproduktif. Sebab akan muncul bahaya, antara lain sejumlah pihak bermodal dari luar yang mengincar lahan-lahan pertanian untuk tujuan lain.

Dampak negatif

Setidaknya imbauan bernada khawatir itu juga dikemukakan Sekretaris Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat, Ruslan U Esfa. Dia melihat pemerintah membuka akses di wilayah selatan sebagai upaya memunculkan kemajuan secara ekonomi bagi masyarakat setempat. Di wilayah itu terdapat kekuatan ekonomi agro yaitu pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.

Kekhawatiran itu beralasan. Kemajuan teknologi informasi dan membaiknya infrastruktur jalan, memiliki risiko. Kebaikan-kebaikan yang muncul, akan diikuti dampak-dampak negatif yang seringkali terlambat untuk diantisipasi. Dalam banyak kasus, kita selalu kalah cepat dengan berbagai perkembangan yang  berdampak merugikan.

Relasi yang demikian terbuka dengan warga pendatang, interaksi yang tidak lagi berbatas, sangat mungkin berujung pada transaksi. Terutama saat terbangunnya interaksi dengan orang-orang berduit yang sengaja mencari lahan untuk dijadikan ladang bisnis, yang tidak lagi berbasis pada potensi ekonomi setempat.

Harus diakui, menjual lahan menjadi jalan pintas yang seringkali ditempuh orang untuk memenuhi keperluannya.  Dengan cepat bisa menjadikan seseorang berubah, menjadi kaya mendadak. Kondisi tersebut tentu akan menjadi bumerang bagi masyarakat di wilayah itu.

Kita tidak anti kemajuan, termasuk kemajuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi hendaknya kemajuan itu benar-benar dirasakan masyarakat dalam jangkan waktu yang panjang, terprogram denga baik melalui mata pencaharian yang jelas dan terukur. Tanpa harus menghilangkan identitasnya. Bukan kekayaan mendadak yang merugikan anak keturunan.

Dalam konteks inilah, perlunya langkah pemerintah yang strategis untuk melindungi Jabar selatan agar tetap “on the track”. Dengan semangat perlindungan pula, maka program untuk memajukan wilayah ini harus tetap berorientasi pada kekuatan yang dimiliki daerah tersebut. Jangan sekali-kali menyulapnya menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang bukan dirinya.

Benteng RTRW

Pemerintah daerah setempat harus membentenginya dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR). Seluruh aktivitas pembangunan fisik harus mengacu pada panduan tersebut secara konsisten. Sekali melanggar, akan diikuti pelanggaran berikutnya.

Pembangunan di Jabar selatan tentu tidak akan berhenti di titik ini. Sebab Pemprov Jabar berjanji pada tahun ini akan melakukan percepatan pembangunan di kawasan tersebut. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil beberapa waktu lalu menggelontorkan anggaran sekitar Rp 500 miliar untuk merealisasikan komitmen itu.

Rencana tersebut mendapat dukungan dari pemerintah pusat, yang kemudian membentuk tim lintas kementerian untuk membangun kebutuhan dasar infrastruktur di Jabar selatan. Semisal pembangunan jalan baru, memperbaiki sekolah, dan mendistribusikan listrik ke daerah terpencil.

Dia menegaskan, Jabar selatan dapat perhatian khusus sesuai dengan yang dikampanyekannya beberapa waktu lalu. Percepatan itu akan menyentuh daerah di Sukabumi selatan, Cianjur selatan, Tasikmalaya selatan, Garut selatan, Ciamis selatan dan Pangandaran. Bahkan Ridwan Kamil tengah berjuang agar Pangandaran bisa menjadi kawasan ekonomi Khusus (KEK). (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: