Sabtu, 20 April 2024

Sudah 342 Tenaga Medis dan Kesehatan Gugur Akibat Covid

JAKARTTA.- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan data, dalam kurun waktu sepekan  pertama bulan Desember 2020, angka kematian tenaga medis naik hingga tiga kali lipat dari sebelumnya. Karena itu, IDI mengimbau kepada masyarakat gar tetap menjalankan protokol kesehatan. Sementara kepada tenaga medis dan kesehatan, diimbau agar tetap waspada dan menggunakan alat pelindung diri (APD) dalam menjalankan tugas.

Hal itu disampaikan Tim Mitigasi IDI yang mengumumkan pembaruan data tenaga medis yang wafat akibat Covid-19, Sabtu (5/12/2020). Dari Maret hingga Desember ini, terdapat total 342 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19. Mereka terdiri dari 192 dokter dan 14 dokter gigi, dan 136 perawat.

Menurut Dr. Eka Mulyana, SpOT(K), MKes, SH, MHKes,  dari Divisi Advokasi dan Hubungan Eksternal Tim Mitigasi PB IDI, meskipun ada pendapat  yang menyebutkan bahwa Covid adalah hoaks atau hasil konspirasi, namun virus ini benar-benar nyata dan telah memakan nyawa banyak orang dalam waktu yang cepat.

“Kami berharap apabila Anda termasuk orang yang tidak mempercayai adanya Covid ini, namun janganlah mengorbankan keselamatan orang lain dengan ketidakpercayaan tersebut. Tingginya lonjakan pasien Covid serta angka kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan, menjadi peringatan kepada kita semua untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan (3M),” katanya.

Dengan mengabaikan protokol kesehatan, katanya, maka seseorang tidak hanya mengorbankan keselamatan diri sendiri, namun juga keluarga dan orang terdekat termasuk orang di sekitarnya. Pandemi ini akan berlalu dengan kerjasama seluruh pihak.

“Kami dari tim mitigasi PB IDI secara khusus juga mengingatkan kepada para teman sejawat tenaga medis dan tenaga kesehatan, untuk waspada dan tetap menjalankan SOP seperti dalam pedoman standar perlindungan dokter di saat melakukan pelayanan dan saat berada di keluarga dan komunitas,” tuturnya.

Dokter yang wafat

Dijelaskan Eka Mulyana, para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 101 dokter umum (4 guru besar), 89 dokter spesialis (7 guru besar), serta 2 residen yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI wilayah (provinsi) dan 85 IDI cabang (kota/kabupaten).

Rinciannya, Jawa Timur 39 dokter, 2 dokter gigi, dan 36 perawat; DKI Jakarta 31 dokter, 5 dokter gigi dan 21 perawat; Sumatra Utara 24 dokter dan 3 perawat; Jawa Barat 17 dokter, 3 dokter gigi, dan 18 perawat; Jawa Tengah 17 dokter dan 21 perawat; Sulawesi Selatan 7 dokter dan 3 perawat; Banten 7 dokter dan 2 perawat; dan Bali 6 dokter.

Kemudian DI Aceh 6 dokter dan 2 perawat; Kalimantan Timur 5 dokter dan 3 perawat; Riau 5 dokter; DI Yogyakarta 5 dokter dan 2 perawat; Kalimantan Selatan 4 dokter, 1 dokter gigi,  dan 6 perawat; Sumatra Selatan 4 dokter dan 5 perawat; Kepulauan Riau 3 dokter dan 2 perawat;  Sulawesi Utara 3 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter; Sumatra Barat 1 dokter, 1 dokter gigi, dan 2 perawat, dan Kalimantan Tengah 1 dokter dan 2 perawat.

Selanjutnya, Lampung 1 dokter dan 1 perawat; Maluku Utara 1 dokter dan 1 perawat, Bengkulu 1 dokter; Sulawesi Tenggara 1 dokter dan 2 dokter gigi; Papua Barat 1 dokter; Papua 2 perawat; Daerah Penugasan Luar Negeri (DPLN) Kuwait 2 perawat; Nusa Tenggara Timur 1 perawat; dan Kalimantan Barat 1 perawat,

Kualitas APD

Sementara itu, dr. Weny Rinawati, SpPK, MARS, anggota Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI mengingatkan para tenaga kesehatan agar tidak menurunkan kualitas APD yang dikenakan. “Saat ini standar level APD yang wajib dikenakan oleh para tenaga kesehatan adalah level tertinggi, sesuai dengan risiko tempat melakukan pelayanan,” ujarnya.

IDI juga juga berharap agar pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan juga menyediakan APD yang layak bagi para tenaga kesehatan. Sementara itu bagi para tenaga kesehatan yang berpraktek secara pribadi sebaiknya tetap menggunakan APD level sesuai potensi risiko dalam menangani pasien.”

Menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah, S.Kp, SH, M.Kep,  menjelaskan bahwa sekitar 75 persen perawat yang meninggal akibat Covid umumnya bertugas di kamar rawat inap. Kemungkinan  perawat tertular dari pasien sebelum hasil swab mereka (pasien) keluar dari lab (laboratorium) atau orang tanpa gejala (OTG).

“Kami menyadari, para tenaga kesehatan sudah kewalahan menangani lonjakan pasien Covid dan hasil swab yang harus diperiksa. Oleh karena itu, kami berharap dukungan pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas perlengkapan pemeriksaan kesehatan. Dengan demikian bisa diperoleh hasil yang lebih cepat untuk mengurangi angka penularan di fasilitas kesehatan,” katanya. (Rahmat Kartabudhi)***

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: