Jumat, 29 Maret 2024

Nabi Bukanlah Pelaknat, Dia Pembawa Rahmat

Ilustrasi: Istimewa

SUATU ketika  beberapa sahabat Nabi memohon kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulallah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik!” Mereka meyakini  doa itu akan segera terkabul karena disampaikan Nabi Muhammad, kekasih Allah SWT. Mungkin para sahabat jengkel dengan perilaku kaum musyrikin Quraisy ketika itu.

Lalu apa jawab Nabi yang mulia? Mendapat permintaan seperti itu, Rasulullah hanya tersenyum kemudian berujar, “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat. Sesungguhnya aku diutus sebagai pembawa rahmat.” Hadis ini terkenal di kalangan kaum Muslimin.  Diriwayatkan Imam Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi.

Jawaban Nabi mempertegas kembali bahwa kehadirannya untuk menebar kebaikan bagi seluruh alam semesta. Tanpa kecuali. Seperti diisyaratkan dalam Alquran: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya: 107). Maka Islam dihadirkan bukan untuk memukul, tapi merangkul. Bukan untuk menebar amarah, tapi berkah.

Akan tetapi ajaran luhur Islam yang dibawa Nabi, seringkali dicoreng sebagian orang yang mengaku sebagai Muslim. Mereka menumpahkan darah sesuka hati, mengatasnamakan agama. Membuat kerusakan di mana-mana, mencatut nama agama. Menyerang, memfitnah, melakukan kekerasan dengan menisbahkannya sebagai ajaran agama.

Padahal jangankan membunuh, berkata kotor saja sudah diingatkan Nabi.  Seorang mukmin, kata Nabi,  bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaknya), dan bukan pula orang yang jorok omongannya. Hadis ini diriwayatkan Imam Abu Isa al-Tirmidzi.

Kisah Halimah

Jauh sebelum jadi seorang Nabi, Muhammad kecil sudah membawa berkah bagi lingkungannya.  Menghadirkan kebaikan-kebaikan bagi sesamanya. Mari kita simak kesaksian Halimah As-Sa’diyah yang menyusui dan mengasuh Muhammad di perkampungan Bani Sa’ad ibn Bakr, suku Hawazin yang terpencil.

Seperti ditulis Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din) dalam buku “Muhammad”, ketika Halimah dan rombongan mencari konsumen ke kota Mekah, musim kemarau sedang melanda. Mereka tidak memiliki apa-apa. Kehidupannya susah. Namun setelah memutuskan untuk menyusui dan mengasuh bocah rupawan itu, kondisi kehidupannya berubah.

“Tak lama setekah kudekap ia di dadaku, tiba-tiba payudaraku penuh air susu. Ia meminumnya sampai kenyang, dan saudara angkatnya pun demikian. Setelah itu mereka tidur nyenyak. Suamiku mendekati unta betina tua kami dan astaga, susunya penuh. Suamiku meminumnya dan aku juga turut meminumnya, hingga begitu kekeyangan,” kata Halimah.

Tidak cuma itu, keledai keluarga Halimah yang sebelumnya berjalan kepayahan, menjadi hewan yang gesit dan kuat. Keledainya berjalan cepat menyalip rombongan yang lain. Setibanya di perkampunhan Bani Sa’ad, banyak pula kejadian yang menunjukkan kehadiran bayi laki-laki itu sangat istimewa dan memberi kebaikan.

Kambing-kambing milik Halimah pulang sore hari dengan ambing penuh air susu.  Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Mereka memerasnya dan meminumnya. Sementara kambing milik yang lain tidak menghasilkan air susu sedikit pun. Setiap hari keluarga Haliman berlimph dengan susu kambing yang sehat.

Dan sejarah mencatat, dengan perantaraan Muhammad, Allah menebarkan kasih sayang pada semesta. Rahmat dan semata-mata rahmat. Bukan laknat. (Enton Supriyatna Sind)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: