BEBERAPA petambak di pantai selatan Jawa Barat, berkisah tentang sejumlah pertanda sebelum bencana tsunami datang pada tahun 2006. Kata mereka, di sejumlah kampung anjing-anjing menggonggong selama tiga malam berturut-turut, dengan lengkingan yang membuat bulu kuduk berdiri. Sementara burung-burung terbang gelisah meninggalkan kerimbunan pohon di sepanjang pantai.
Para pemilik tambak ikan dan udang heran, sehari sebelum tsunami menerjang, satwa-satwa berhamburan keluar dari lubang-lubang sekitar tambak mereka. Seperti halnya tikus, kecoa, kepiting, dan sejenisnya. Kegelisahan juga melanda satwa-satwa yang ada di Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Tapi pesan-pesan itu gagal ditangkap.
Orang-orang baru menyadari adanya pemberitahuan yang dikirim alam itu setelah musibah terjadi. Padahal pertanda tersebut memiliki inti pesan yang seragam: segera selamatkan diri, karena bencana sebentar lagi datang! Tapi semuanya sudah kasip, penyesalan selalu datang kemudian.
Lemahnya sinyal dalam menangkap pertanda, diperparah dengan perilaku tidak bersahabat pada lingkungan. Sebagai contoh, pada tahun 1980-an, alam Pantai Kalapagenep, Kec. Cikalong, Kab. Tasikmalaya kaya dengan pepohonan seperti kopo, waru, ketapang, dan pandan. Berjejer rapat seperti benteng alam yang melindungi warga dari terjangan gelombang.
Tetapi setelah muncul aktivitas penyadapan gula kelapa, semuanya berubah. Mereka membutuhkan kayu bakar. Ketika persediaan habis, warga menebangi pohon di pinggir pantai hingga habis. Maka jadilah pantai sebagai daerah terbuka. Ketika tsunami datang, tidak ada pemecah yang memperlemah laju gelombang. Berbeda kondisinya dengan permukiman yang pantainya terlindungi pepohonan.
“Alam mempunyai karakteristik yang khas dan berbeda pada setiap waktu tertentu. Mempunyai tanda‐tanda khusus dan jika satu sama lain dihubungkan, bisa disimpulan untuk kewaspadaan dini yang sangat bermanfaat,” ujar Anggota Tim Ahli PPK DAS Citarum, Supardiyono Sobirin, Minggu (15/11/2020).
Pakar dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), rajin menyebarkan informasi praktis berkaitan dengan lingkungan melalui media sosial. Termasuk informasi tentang kearifan lokal yang dihimpunnya dari berbagai sumber. Dia menulis tentang membaca fenomena alam untuk kewaspadaan dini di musim hujan.
Sejumlah pertanda
Nenek moyan zaman dulu mampu membaca tanda‐tanda alam. Hal itu berguna untuk kewaspadaan dalam kegiatan sehari‐hari dan kemungkinan adanya ancaman mara bahaya terutama pada musim hujan. Jika angin berhembus dingin lembab di daerah pinggir sungai, dan air sungai kelihatan keruh pertanda hujan sudah turun di hulu sungai.
Hewan juga memberi pertanda pada manusia. Misalnya jika anjing menggali tanah atau menyembunyikan tulangnya, pertanda cuaca akan buruk. Sementara itu kalau anjing‐anjing menyalak dan panik tidak seperti biasanya, pertanda akan terjadi bahaya. Kemungkinan akan ada gempa bumi. Hewan lain yang memberi pertanda adalah ayam.
Ayam yang berteduh pada saat hujan, ungkap Supardiyono Sobirin, pertanda hujan akan berlangsung lama. Jika hewan ini mencakar‐cakar tanah berarti hujan akan datang. Ayam tetap mencari makan meski saat hujan, pertanda hujan akan berlangsung sebentar saja.
Bebek dan angsa nampak tidak tenang dan selalu menggigit bulunya, pertanda akan datang cuaca buruk. Sedangkan burung‐burung terbang tak beraturan pertanda akan terjadi bencana alam. Misalnya kebakaran hutan, gempa bumi atau gunung meletus. Sebaliknya, burung‐burung berkicau bersahutan pagi, pertanda cuaca akan cerah.
Kondisi cuaca yang baik, juga bisa dilihat dengan pertanda yang ditunjukkan asap. Apabila naik dengan tegak lurus dan tinggi sekali maka cuaca pada hari itu akan tetap baik. Namun jika asap rendah mendatar dengan tanah, pertanda cuaca akan buruk.
Kambing dan lalat
Menurut Supardiyono, kalau bau kambing tercium dari jarak yang lebih jauh, pertanda akan turun hujan. Sedangkan akan berdiam dalam air pada cuaca buruk, dan berdiam di tepi kolam pada cuaca baik.
Kelelawar terbang mulai awal senja pertanda cuaca akan baik pada malam itu. Apabila mereka berdiam di dalam goa pertanda cuaca akan buruk. Cuaca buruk juga akan terbaca sebelumnya, dengan melihat kucing yang duduk membelakangi api sambil mengusap‐usap kepala dengan kaki depannya.
Laba‐laba akan bersembunyi bila cuaca akan buruk, dan rajin mengerjakan sarangnya apabila cuaca baik. Sementara jika lalat hinggap diam di dinding pertanda akan turun hujan. Sedangkan pada cuaca baik mereka akan berterbangan.
“Kalau nyamuk terbang mengganggu atau menggigit kita pada pagi hari pertanda akan turun hujan. Jika saat matahari terbenam nyamuk berterbangan berduyun‐duyun pertanda cuaca akan baik,” demikian tulis Supardiyono Sobirin. (Enton Supriyatna Sind)***