Jumat, 29 Maret 2024

Kaji Penyaluran Pupuk, Jangan Rugikan Petani

JAKARTA.- Pemeritah harus mengkaji secara mendalam tentang penyaluran pupuk bersubsidi supaya tidak merugikan petani. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam penggunaan Kartu Tani belum diterima secara masif. Sementara itu pupuk bersubsidi sudah tidak ada di para agen.

“Pada masa reses kemarin, kami bertemu dengan para petani di Kabupaten Bandung. Mereka banyak mengeluhkan tentang Kartu Tani dan pupuk bersubsidi,” kata anggpota Komisi  III DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal di Jakarta, Selasa (10/11/2020)

Dia mengungkapkan, pada masa reses berkelilung di daerah pemilihannya seperti Ciwidey, Pangalengan, dan Kertasari Kabupaten Bandung. Ditemukan kenyataan para petani yang kesulitan saat harus membeli pupuk seharga Rp250.000 per karung. Biasanya mereka dapatkan dengan harga Rp90.000/karung.

Ketua Fraksi PKB DPR tersebut menjelaskan, persoalan rakyat diungkapkan ke publik. Dengan demikian, DPR benar-benar bisa berperan sebagai “penyambung lidah” rakyat dan berada di garda terdepan untuk memperjuangkan kepentingan dan hak-hak rakyat.

Kartu Tani

Sepertri diberitakan, para petani di banyak tempat mengeluh tidak bisa membeli pupuk bersubsidi, gara-gara tidak punya Kartu Tani. Padahal banyak di antara  mereka sudah lama membuatnya,  namun kartu tidak kunjung selesai. Sementara itu musim tanam sudah tiba dan pupuk sangat dibutuhkan supaya tanaman tumbuh dengan baik.

“Masih banyak petani yang belum terdaftar di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan belum memiliki kartu. Bingung, sekarang sudah masuk musim tanam. Saya sudah berulang kali datang ke Balai Penyuluh Pertanian (BPP) belum selesai juga itu kartunya,” kata Nana (50) petani dari Kelurahan Simpeureun, Kecamatan Cigasong, Majalengka Senin (9/11/2020).

Menurut  Ketua Harian DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja, salah satu kegunaan Kartu Tani adalah untuk mempermudah petani mendapatkan akses terhadap pupuk bersubsidi. Akan tetapi akibat kurangnya sosialisasi, banyak petani yang belum memilikinya sehingga aktivitas pertanian mereka terganggu.

“Keadaan ini menunjukkan pemerintah tidak serius membela kepentingan dasar petani. Kalau belum  siap pelaksanaannya, jangan dulu gembar-gembor soal Kartu Tani. Rapikan dulu semuanya. Setelah oke, baru boleh koar-koar,” ujarnya. (Sup)***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: