Jumat, 29 Maret 2024

Hari Santri : Santri Sejati Mesti Mau Bertani

KH. Fuad Affandi memaknai Hari Santri Nasional 22 Oktober sebagai modal pembangunan sumber daya manusia. Mang Haji, demikian panggilan akrab Pengasuh Pesantren Agribisnis Al-Ittifaq, Rancabali, Kabupaten Bandung, itu berpesan agar kaum santri lebih aktif mengambil peran dalam urusan sosial kemasyarakatan di desa-desa, terutama mengurus pertanian dan para petani. Terlebih lagi dalam masa Pandemi Covid-19, jutaan rakyat Indonesia menanti kiprah kaum santri.

Kiprah kaum santri di masa Pandemi ini sebaiknya apa, Mang Haji?  “Pekerjaan menurun. Para petani susut penghasilan. Banyak pekerja non-pertanian yang menganggur, pulang kampung. Kemiskinan merajalela. Santri harus cepat bertindak. Gunakan akal, manfaatkan lahan kosong, perbanyak tanaman pangan sayuran dan buah-buahan. Urus ternak, urus aliran air, dan jangan lupa libatkan orang miskin yang susah menjadi satu jamaah untuk mengatasi masalah,” kata Mang Haji Fuad kepada apakabar.news, Selasa (21/10/2020) di Bandung.

Mang Haji juga mewanti-wanti agar kaum santri yang sekarang mulai tercerabut dari akar perdesaan dan banyak memilih menjadi pegawai atau menjadi kaum professional di kota, tetap ingat kepada emak, bapak dan tetangganya di desa. Tugas orang desa yang di kota bukan sekadar menstransfer uang, karena itu hanya perkara sederhana.

“Orang desa yang lemah keahlian dan kekurangan wawasan harus mendapatkan ilmu. Terutama ilmu membangun wirausaha.  Jangan sampai pekerjaan itu hanya banyak di kota. Akan lebih produktif kalau lapangan kerja itu bergerak di desa dan sangat bagus jika mau mengurus pertanian. Santri sejati harus mau menanam dong, merawat alam, menciptakan kesejahteraan,” paparnya.

Tiga manfaat

Kerja menanam itu merupakan bagian penting dari pembangunan sumber daya manusia. Sebab di dalam kerja menanam ada proses yang menggerakkan kebaikan pada tiga sisi mendasar manusia, yaitu kerja fisik, kerja akalbudi, dan kerja ruhani.

“Menanam sangat baik untuk pendidikan karena mendapat tiga manfaat. Kesehatan badan karena gerak. Sehat pikiran karena senantiasa berpikir untuk target tumbuh, berkembang dan panen yang baik. Lalu secara ruhani juga terpenuhi sebab dengan memperhatikan makhluk hidup lain, kita bisa berbagi welas-asih, atau oleh orang modern disebut empati,” katanya.

Mang Haji juga bemberikan contoh terbaru pengalaman menanam kelor. Sejak ia menanam pohon bernama Moringa Oleifera tersebut, ia banyak mendapatkan limpahan ilmu tentang gizi dan manfaat botani lain dalam usaha pencegahan erosi. Alhasil, pengetahuannya juga berkembang karena dengan membentuk pengalaman baru ia mendapatkan ilmu baru, dan tentu gizi yang baru untuk kesehatan.

“Saya menanam kelor setelah diberi bibit  teman-teman dari Yayasan Odesa Indonesia. Karena setiap menanam harus dipelajari, saya kemudian mendapat ilmu baru. Gusti Allah banyak memberi berkah kepada kita yang mau mengurus tanaman,” tuturnya. (Abdul Hamid)***

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: