Jumat, 26 April 2024

DPR Bertindak Ugal-ugalan

Ilustrasi: Politik Today

BANDUNG, (AKN).- Rakyat Sulit berharap lebih banyak kepada DPR dan Presiden periode saat ini untuk terciptanya proses legislasi yang lebih baik. Proses pembentukan UU Cipta Kerja menunjukkan,  DPR tidak sedang menjalankan dengan baik fungsi legislasi yang dimilikinya. DPR sudah menunjukkann perilaku yang ugal-ugalan.

Demikian pernyataan yang disampaikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam siaran persnya, Selasa (6/10/2020). Lembaga tersebut menyoroti pengesahan UU Cipta Kerja. Proses legislasi undang-undang tersebut, katanya, merupakan praktik buruk yang terus berulang setelah pengesahan UU Minerba, revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan revisi UU Mahkamah Konstitusi.

“Pembahasan materi RUU Cipta Kerja terus melaju tanpa dapat terbendung, meskipun gelombang penolakan menguat. Praktik buruk legislasi ini bertolak belakang dengan tujuan DPR dan Presiden ketika memulai pembahasan RUU Cipta Kerja, yaitu melakukan penataan regulasi,” kata Direktur Eksekutif PSHK Gita Putri Damayana.

Alih-alih melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID 19, DPR malah mengurusi legislasi yang masih dapat ditunda sampai pandemi berlalu, dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan UU kembali membaik. Proses legislasi pun dilakukan secara tergesa, dan abai untuk menghadirkan ruang demokrasi.

Preseden pembahasan yang ugal-ugalan sudah terjadi sejak awal pembahasan RUU Cipta Kerja, yaitu ketika pada Rapat Kerja pertama pembahasan RUU Cipta Kerja langsung membentuk Panitia Kerja (Panja). Padahal pada saat itu fraksi-fraksi di DPR belum rampung menuntaskan Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Sulit dipahami

Naskah RUU terbaru yang tidak disebarluaskan, menyebabkan berbagai substansi RUU Cipta Kerja lepas dari pantauan publik. Ditambah dengan jumlah pasal yang banyak dan format penulisan RUU Cipta Kerja dengan format omnibus, yang menyulitkan untuk dipahami. Terutama bagi masyarakat yang tidak terbiasa membaca format peraturan.

Penambahan pasal di tengah jalan ini patut mendapat pertanyaan, apa urgensi dan bagaimana para pemangku kepentingan terkait memberikan masukan. Dengan proses pembahasan yang tidak transparan, maka potensi penambahan atau pengurangan pasal dalam RUU Cipta Kerja seperti ini sangat mungkin terjadi tanpa terdeteksi.

PSHK juga mempertanyakan keabsahan pengambilan keputusan dalam Sidang Paripurna DPR pengesahan RUU Cipta Kerja, karena banyaknya anggota DPR yang tidak hadir dalam sidang paripurna.  DPR harus mampu membuktikan bahwa keputusannya dalam sidang paripurna itu sudah memenuhi kuorum.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, PSHK mendesak agar DPR menyebarluaskan seluruh risalah dan catatan dari setiap rapat atau sidang yang dilakukan dalam membahas RUU Cipta Kerja. Selain itu, DPR sesegera mungkin menyebarluaskan draft terakhir RUU Cipta Kerja yang disahkan menjadi UU Cipta Kerja. Sedangkan DPR dan Presiden harus melakukan evaluasi dalam penggunaan metode omnibus dalam penyusunan peraturan-perundang-undangan ke depan. (AKN-1)***

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: