Selasa, 19 Maret 2024

Kekuatan Militer RI Masih Teratas

Negara-negara ASEAN dan Australia (Motekar-Indicator)

Oleh: Kodar Solihat, Pengamat Persenjataan

Sejumlah negara di Asia Tenggara diketahui belakangan terus memacu kekuatan militernya. Biasanya, pembangunan militer seringkali beriringan pula dengan kepentingan kekuatan ekonomi. Pada sisi lain, negara-negara di Asia Tenggara pun diketahui dibayang-bayangi kekhawatiran terhadap ancaman kekuatan militer negara Cina ke wilayah sekitarnya. Fenomena ini membuat sejumlah negara di Asia Tenggara pun merasa penting membangun secara mandiri kekuatan tempurnya.

Di Asia Tenggara, ada sembilan negara yang selama ini menjadi daftar kekuatan militer kawasan ini. Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, Filipina, Singapura, Kamboja, dan Laos. Namun Brunei Darussalam dan Myanmar sejauh ini masih serba kurang terperhatikan.

Melihat tren pembangunan kekuatan militer dunia selama sekitar sepuluh tahun terakhir, adalah semakin banyaknya negara yang berpacu industri pertahanan secara mandiri. Fenomena ini terutama dilakukan negara-negara dunia ketiga, dengan alasan logis, tak ingin lagi terjebak terdikte berbagai kekuatan negara lain.

Diantara negara-negara di Asia Tenggara tersebut, boleh dikatakan, adalah Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang merupakan lima negara yang agresif dalam membangun kekuatan pertahanannya.  Selain membeli banyak peralatan militer baru buatan negara lain, empat negara pertama diketahui agresif pula membangun kekuatan produksi mandiri peralatan militernya.

Selebihnya, beberapa negara Asia Tenggara lainnya, boleh dikatakan masih tergolong “gurem” dalam industri pertahanan dalam negeri. Namun negara-negara bersangkutan, sebenarnya juga tertarik mengembangkan produk militer dalam negeri mereka.

Adalah Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang boleh dikatakan paling agresif membangun produksi mandiri peralatan militernya. Namun dari keempat negara itu, masing-masing berlainan keunggulan kompatarif dalam produksi mandiri peralatan militernya.

Indonesia boleh dikatakan termasuk yang lebih unggul dalam produksi mandiri dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Indonesia diketahui sudah mampu membuat kapal selam,  tank, serta kendaraan tempur secara mandiri. Sebagai negara yang memiliki luasan paling besar terdiri daratan dan laut berupa kepulauan, Indonesia sangat berkepentingan mampu memproduksi sendiri berbagai persenjataan, peralatan tempur, dan peralatan militernya.

Untuk matra darat, Indonesia diketahui agresif mampu membuat sendiri banyak jenis peralatan tempur dan senjata dengan mengejar teknologi terupdate dunia. Melalui andalannya industri pertahanan matra darat Indonesia melalui PT Pindad (persero) yang sudah memproduksi tank medium Harimau hasil bekerjasama dengan FNSS Turki.

Untuk matra laut, diketahui Indonesia sudah meluncurkan kapal selam bernama KRI Alugoro produksi PT Penataran Angkatan Laut (PAL/persero). Kapal selam kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan tersebut, diketahui diluncurkan pada April 2019 lalu. Namun apa yang sudah dilakukan Indonesia khususnya dalam produksi tank dan kendaraan tempur lapis baja lainnya, juga sebenarnya juga dilakukan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Berbagai kepentingan

Ada cara utama yang dilakukan sejumlah negara di Asia Tenggara dalam membangun kekuatan industri pertahanannya, yaitu bekerjasama dengan negara-negara produsen yang berada di luar lingkaran kubu kekuatan militer dunia. Indonesia walau sudah mulai mandiri mendesain dan memproduksi sendiri, juga bermitra dengan Turki, Korea Selatan, Swedia, dll.

Singapura yang diketahui juga sudah mapan dalam desain senjata, juga bermitra dengan Swedia. Bahkan dua negara saling bertengga, Malaysia dan Thailand malah saling bekerjasama memproduksi kendaraan lapis baja. Ada pula hal yang selama ini selalu menjadi ukuran perkembangan kekuatan militer diantara sejumah negara yang bertetangga. Yaitu, antara penambahan jumlah kekuatan secara kuantitas, juga ada yang secara kualitas atau teknologi.

Pengamat militer, Richard A Bitzinger sudah lebih dari sepuluh tahun lalu memprediksi akan terjadi modernisasi kekuatan militer diantara negara-negara Asia Tenggara. Sejumlah negara akan melakukan modernisasi kekuatan militernya, baik dengan cara membeli produk luar maupun pengadaan dalam negeri. Dalam bukunya, “A New Arms Race ? Explaining Recent Southeast Asia Military Acquistions” terbitan tahun 2010, Richard A Bitzinger menyebutkan, akhirnya akan terjadi semacam kompetisi persenjataan di negara-negara Asia Tenggara. Penyebabnya ada dua, yaitu risiko ancaman dari luar juga rongrongan dari dalam. Kedua hal itu menjadi ciri khas urusan keamanan negara-negara di Asia Tenggara.

Mengutip laman globalfirepower.com untuk edisi tahun 2020, disebutkan, dari kesembilan negara di Asia Tenggara, Indonesia sementara memiliki ranking teratas dalam Indeks Kekuatan (IK) militer negara-negara di Asia Tenggara. Urutannya, Indonesia memperoleh kenaikan IK sebanyak 0,2544, diikuti Vietnam 0,3599 (naik), Thailand 0,3571 (naik), Myanmar 0,5691 (naik), Malaysia relatif stabil 0,6546, Filipina naik 0,7852, Singapura 0,7966, namun ada juga yang turun yaitu Kamboja 2,0557 (turun), dan Laos 3,433 (turun).

Teknologi canggih

Indonesia terus berupaya mengantisipasi perkembangan teknologi militer yang semakin canggih. Hal itu ditekankan Presiden Joko Widodo saat memberi arahan pada Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan, TNI dan Polri Tahun 2020 di Lapangan Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta, Januari lalu.

“Hati-hati mengenai ini. Fregat itu perlu, fighter itu perlu, tapi lihat antisipasi lompatan teknologi militer dalam jangka 20, 30, 50 tahun ke depan. Karena perubahan teknologi sekarang ini begitu sangat cepatnya.  Perkembangan teknologi pertahanan juga sudah menggabungkan instrumen persenjataan dengan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI),” katanya.

Jokowi meminta agar Indonesia terus memperkuat penguasaan teknologi pertahanan. Pertama, teknologi otomatisasi yang akan disertai dengan pengembangan sistem senjata yang otonom; kedua, teknologi sensor yang akan mengarah kepada pengembangan sistem penginderaan jarak jauh; dan ketiga, teknologi informasi (IT) seperti 5G dan komputasi kuantum yang akan mengarah ke pengambangan sistem senjata yang otonom serta pertahanan siber.

Dalam arahannya, Presiden Jokowi ju  ga mengatakan bahwa belanja pertahanan harus diubah menjadi investasi pertahanan. Caranya salah satunya adalah menghidupkan industri strategis Indonesia. “Kemandirian kita dalam membangun ini harus serius kita mulai,” ujar Jokowi.

Menurut UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, mengharuskan adanya transfer teknologi, kerja sama produksi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), serta pengembangan rantai produksi antara BUMN dengan korporasi swasta dan usaha kecil dan menengah (UKM)

Untuk itu, Jokowi meminta pemanfaatan APBN  harus benar-benar efisien, baik dari perencanaan maupun dalam pelaksanaan anggaran. Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi APBN terbesar sejak 2016 sampai sekarang. Untuk tahun 2020, Kementerian Pertahanan mendapatkan anggaran sebesar Rp127 triliun. Selamat Hari Ulang Tahun ke-75 Tentara Nasional Indonesia. Dirgahayu! ***

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: